bila dihitung dengan berdirinya IPTN (nurtanio) tahun 1976, maka 30 tahun lebih industri dirgantara ini berjalan, sudah banyak produk yang di hasilkan.
Tapi bila berbicara mengenai proyek2nya, yang jalan tak banyak, hingga kini yang tertinggal hanya 2, NC-212 dan segera membuat C-212 seri 400 dan CN-235.
Adapun proyek2 pesawat yang pernah di buat PT.DI (selain lisensi) adalah :
1. N-250 berlanjut dengan N-250R (tidak ada beritanya lagi)
2. N-2130 jet ( berhenti)
3. N-219 commuter aircraft (nunggu pemodal)
4. ATRA-90 pesawt jet 120 penumpang dengan mesin propfan bekerja sama dengan boeing-mbb (berhenti)
5. NMX, executive jet dengan pemodal aeronimbus (berhenti)
6. Belibis WiG 8 penumpang dengan BPPT (belum ada kelanjutan)
7. CN-235 Next G (sedang berjalan, syukur sampai produksi)
untuk helicopter:
1. BN-109 bekerja sama dengan MBB (kini eurocopter) 1986-1987 (berhenti).
2. NH-2 dan NH-5 tahun 1996 (berhenti)
N-2130
Industri penerbangan Indonesia memang sarat kontroversi. Pernah melompat sangat maju, saat badai krisis ekonomi menghantam ia pun ikut terjungkal. Kini nyaris tak ada jejak kejayaannya yang tersisa. Tonggak sejarah penerbangan di Tanah Air memancang sejak 1948, ketika Wiweko Soepono berhasil menerbangkan pesawat rancangannya sendiri, RI-X WEL-1, di Pangkalan Udara Maospati, Madiun, Jawa Timur. Enam tahun kemudian, Nurtanio Pringgoadisuryo menyusul jejak Wiweko, menerbangkan pesawat NU-200 Si Kumbang. Sejak saat itu, deretan pesawat sederhana buatan dalam negeri berhasil mengudara, antara lain pesawat Belalang (pesawat latih), Si Kunang (pesawat olahraga yang dilengkapi dengan mesin Volkswagen), dan Kolintang. Lompatan lebih jauh terjadi mulai 1980-an. Saat itu Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)-kini PT Dirgantara Indonesia (DI)-berhasil memperoleh lisensi pabrik pembuat pesawat dunia. Misalnya NC-212 (lisensi Casa), helikopter Puma, Super Puma (lisensi Prancis), dan helikopter Bell-412 (lisensi Amerika). Bekerja sama dengan Casa Spanyol, pada 1983, IPTN berhasil membuat CN-235, pesawat bermesin ganda berkapasitas 35 orang penumpang. Baru berjalan satu dasawarsa, saat posisi pesawat CN-235 di pasaran belum mapan, IPTN, yang dikomandoi Baharuddin Jusuf Habibie, langsung beralih ke pembuatan pesawat N-250 berkapasitas 60-70 penumpang. Dari sisi teknologi, N-250 tergolong sangat maju. Bermesin ganda Turboprop, N-250 telah memakai sistem kendali penerbangan fly-by-wire (FBW), mengganti komponen mekanik dengan komponen elektrik. Saat itu, IPTN menjadi pabrik pesawat terbang ketiga di dunia yang menggunakan teknologi FBW, setelah Airbus untuk A-320 (Eropa) dan Boeing untuk B-777 (Amerika). Sewaktu meluncurkan N-250 pada 1995, Habibie mengumumkan peluncuran proyek baru pesawat berbadan lebar N-2130. Pesawat ini bermesin ganda
Turbojet, berkapasitas 100-130 penumpang. Kritik seketika mengalir deras. Habibie dianggap terlalu ambisius mengembangkan teknologi mercusuar tanpa memikirkan pemasarannya. Lompatan ke industri pesawat terbang berbadan lebar dinilai merupakan kesalahan fatal karena di kelas itu sudah terlalu banyak pemain mapan, seperti Airbus dan Boeing. Namun Habibie bersikukuh dengan proyek masa depannya. Hanya krisis ekonomi yang menerjang Indonesia pada 1997 yang mampu memupus ambisinya. Pemerintah menghentikan subsidi untuk kedua proyek itu. Akibatnya, proyek N-250, yang masih dalam uji terbang, dan proyek N-2130, yang baru tahap akhir rancangan awal, pun berhenti total. Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia, Mochayan, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menghidupkan lagi kedua proyek yang mati mendadak itu. Mochayan mengakui, proyek N-250 bisa saja dibangkitkan. Tapi, selain memerlukan dana yang sangat besar, pemasarannya semakin sulit. "Kita sudah telat masuk pasar," katanya pekan lalu. Permintaan pasar pesawat komuter berbadan sedang yang muncul pada akhir 1990-an itu kini sudah diambil perusahaan lain yang memproduksi pesawat sekelas. Kalau N-250 yang hampir jadi saja terhenti, apalagi proyek N-2130 yang baru tahap rancangan. PT Dirgantara Indonesia sama sekali tak berminat menghidupkannya lagi. Di samping biaya pengembangannya terlalu mahal, persaingan di pasar jauh lebih berat. "Tidak feasible," kata Sekretaris Perusahaan PT Dirgantara Indonesia, Muchtar Sharief. Djoko Sardjadi, pakar penerbangan dari Aerospace Design Centre Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung, menilai, meski nyaris bangkrut total, PT Dirgantara Indonesia sebenarnya tak bisa dikatakan gagal total. Dari sisi teknologi penerbangan, perusahaan itu telah mencapai prestasi yang spektakuler. Kegagalan yang terjadi, menurut Djoko, lebih merupakan kegagalan manajemen dalam pengembangan bisnis. Untuk pengembangan bisnis, Djoko menyarankan, setidaknya untuk 15 tahun ke depan, perusahaan berfokus ke pembuatan CN-235 dan pengembangan pesawat kecil, 10-20 penumpang. Pasar untuk pesawat kecil, kata Djoko, masih sangat terbuka, baik di pasar domestik, pasar regional Asia Tenggara, maupun pasar internasional. Keuntungan lainnya, produk pesawat kelas itu akan memakai teknologi yang ada dan sarana pemeliharaan yang sama. Menurut Muchtar, PT Dirgantara Indonesia memang sudah memilih mengembangkan pesawat kecil. Bekerja sama dengan Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand, perusahaan itu tengah mengembangkan pesawat berbaling-baling berkapasitas 19 penumpang. Pesawat bernama N-219 itu diperkirakan masuk pasaran tiga tahun mendatang. Harga jual pesawat bermesin ganda itu antara US$ 2,5 juta dan US$ 3 juta. Biaya operasionalnya sekitar US$ 200 per jam. "Harga dan biaya operasionalnya terjangkau, termasuk oleh pengusaha Indonesia," ujar Muchtar. Prospek pasarnya? Menurut kajian PT Dirgantara Indonesia, untuk kawasan regional Asia Tenggara saja, dalam 10 tahun ke depan kebutuhan pesawat sekelas N-219 bisa mencapai 600 buah. Di samping itu, pasar dalam negeri pun tergolong bagus. Maklum, masih banyak landasan yang tidak bisa didarati pesawat berbadan menengah dan lebar.
N-219
N-219 adalah pesawat generasi baru, yang dirancang oleh Dirgantara Indonesia dengan multi sejati multi misi dan tujuan di daerah-daerah terpencil. N-219 menggabungkan teknologi sistem pesawat yang paling modern dan canggih dengan mencoba dan terbukti semua logam konstruksi pesawat terbang. N-219 memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel efisiensi sistem yang akan digunakan dalam misi multi transportasi penumpang dan kargo. N-219 akan melakukan uji terbang di laboratorium uji terowongan angin pada bulan Maret 2010 nanti. Pesawat N219 baru akan bisa diserahkan kepada kostumer pertamanya untuk diterbangkan sekira tiga tahun atau empat tahun lagi. N-219 merupakan pengembangan dari NC-212.
Fitur Utama
* Multi Purpose, dapat dikonfigurasi ulang
* 19 Penumpang, tiga sejajar
* Campuran kargo penumpang
* Kinerja STOL
* Biaya operasional rendah
Kinerja
* Kecepatan jelajah maksimum: 213 KTS (395 km / jam)
* Economical cruise speed: 190 KTS (352 km / jam)
* Maksimum feri kisaran: 1.580 Nm
* Take-off jarak (35 ft halangan): 465 m, ISA, SL
* Landing jarak (50 ft halangan): 510 m, ISA, SL
* Kecepatan stall: 73 KTS
* Maximum take-off weight: 7.270 kg (16,000 lbs)
* Maksimum payload: 2.500 kg (5.511 lb)
* Tingkat panjat 2.300 ft / min semua operasi mesin
* Range: 600 Nm
1 komentar:
Anonim mengatakan...
Sebagai sebuah negara kepulauan, seharusnya pilihan pemerintah mengembangkan pesawat terbang jenis N 219 ini mendapat dukungan penuh. biaya hanya satyu triliun rupiah untuk pengembangan dan produksi termasuk murah, dibandingkan manfaat dan kebanggan yang kita dapat. kini tinggal sby mau atau tidak dengan N 219 ini. jika melihat performace N 219 memang layak dan sangat kita butuhkan. baik untuk sarana angkutan orang maupun barang. kita tahu harga sebuah pesawat terbang buatan asing sungguh sangat mahal. jika bisa membuat sendiri, selain menghemat devisa juga akan muncul kebanggaan sebagai bangsa yang melek tekonologi. kita tidak ingin proyek-proyek pengembangan pesawat terbang dari PT DI akhirnya hanya masuk almari arsip. kita ingat saat ada dana hibah 400 juta dollar dari arab saudi untuk pengembangan produksi pesawat PT DI konon katanya tidak bisa dicairkan. ada masalah apa, ini. marilah berpikir praktis dan realistis. jika selalu untuk urusan produksi pesawat selalu dikaitkan dengan keberadaan habibie, dan politik. alangkah naifnya bangsa ini....
Tapi bila berbicara mengenai proyek2nya, yang jalan tak banyak, hingga kini yang tertinggal hanya 2, NC-212 dan segera membuat C-212 seri 400 dan CN-235.
Adapun proyek2 pesawat yang pernah di buat PT.DI (selain lisensi) adalah :
1. N-250 berlanjut dengan N-250R (tidak ada beritanya lagi)
2. N-2130 jet ( berhenti)
3. N-219 commuter aircraft (nunggu pemodal)
4. ATRA-90 pesawt jet 120 penumpang dengan mesin propfan bekerja sama dengan boeing-mbb (berhenti)
5. NMX, executive jet dengan pemodal aeronimbus (berhenti)
6. Belibis WiG 8 penumpang dengan BPPT (belum ada kelanjutan)
7. CN-235 Next G (sedang berjalan, syukur sampai produksi)
untuk helicopter:
1. BN-109 bekerja sama dengan MBB (kini eurocopter) 1986-1987 (berhenti).
2. NH-2 dan NH-5 tahun 1996 (berhenti)
N-2130
Industri penerbangan Indonesia memang sarat kontroversi. Pernah melompat sangat maju, saat badai krisis ekonomi menghantam ia pun ikut terjungkal. Kini nyaris tak ada jejak kejayaannya yang tersisa. Tonggak sejarah penerbangan di Tanah Air memancang sejak 1948, ketika Wiweko Soepono berhasil menerbangkan pesawat rancangannya sendiri, RI-X WEL-1, di Pangkalan Udara Maospati, Madiun, Jawa Timur. Enam tahun kemudian, Nurtanio Pringgoadisuryo menyusul jejak Wiweko, menerbangkan pesawat NU-200 Si Kumbang. Sejak saat itu, deretan pesawat sederhana buatan dalam negeri berhasil mengudara, antara lain pesawat Belalang (pesawat latih), Si Kunang (pesawat olahraga yang dilengkapi dengan mesin Volkswagen), dan Kolintang. Lompatan lebih jauh terjadi mulai 1980-an. Saat itu Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)-kini PT Dirgantara Indonesia (DI)-berhasil memperoleh lisensi pabrik pembuat pesawat dunia. Misalnya NC-212 (lisensi Casa), helikopter Puma, Super Puma (lisensi Prancis), dan helikopter Bell-412 (lisensi Amerika). Bekerja sama dengan Casa Spanyol, pada 1983, IPTN berhasil membuat CN-235, pesawat bermesin ganda berkapasitas 35 orang penumpang. Baru berjalan satu dasawarsa, saat posisi pesawat CN-235 di pasaran belum mapan, IPTN, yang dikomandoi Baharuddin Jusuf Habibie, langsung beralih ke pembuatan pesawat N-250 berkapasitas 60-70 penumpang. Dari sisi teknologi, N-250 tergolong sangat maju. Bermesin ganda Turboprop, N-250 telah memakai sistem kendali penerbangan fly-by-wire (FBW), mengganti komponen mekanik dengan komponen elektrik. Saat itu, IPTN menjadi pabrik pesawat terbang ketiga di dunia yang menggunakan teknologi FBW, setelah Airbus untuk A-320 (Eropa) dan Boeing untuk B-777 (Amerika). Sewaktu meluncurkan N-250 pada 1995, Habibie mengumumkan peluncuran proyek baru pesawat berbadan lebar N-2130. Pesawat ini bermesin ganda
Turbojet, berkapasitas 100-130 penumpang. Kritik seketika mengalir deras. Habibie dianggap terlalu ambisius mengembangkan teknologi mercusuar tanpa memikirkan pemasarannya. Lompatan ke industri pesawat terbang berbadan lebar dinilai merupakan kesalahan fatal karena di kelas itu sudah terlalu banyak pemain mapan, seperti Airbus dan Boeing. Namun Habibie bersikukuh dengan proyek masa depannya. Hanya krisis ekonomi yang menerjang Indonesia pada 1997 yang mampu memupus ambisinya. Pemerintah menghentikan subsidi untuk kedua proyek itu. Akibatnya, proyek N-250, yang masih dalam uji terbang, dan proyek N-2130, yang baru tahap akhir rancangan awal, pun berhenti total. Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia, Mochayan, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menghidupkan lagi kedua proyek yang mati mendadak itu. Mochayan mengakui, proyek N-250 bisa saja dibangkitkan. Tapi, selain memerlukan dana yang sangat besar, pemasarannya semakin sulit. "Kita sudah telat masuk pasar," katanya pekan lalu. Permintaan pasar pesawat komuter berbadan sedang yang muncul pada akhir 1990-an itu kini sudah diambil perusahaan lain yang memproduksi pesawat sekelas. Kalau N-250 yang hampir jadi saja terhenti, apalagi proyek N-2130 yang baru tahap rancangan. PT Dirgantara Indonesia sama sekali tak berminat menghidupkannya lagi. Di samping biaya pengembangannya terlalu mahal, persaingan di pasar jauh lebih berat. "Tidak feasible," kata Sekretaris Perusahaan PT Dirgantara Indonesia, Muchtar Sharief. Djoko Sardjadi, pakar penerbangan dari Aerospace Design Centre Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung, menilai, meski nyaris bangkrut total, PT Dirgantara Indonesia sebenarnya tak bisa dikatakan gagal total. Dari sisi teknologi penerbangan, perusahaan itu telah mencapai prestasi yang spektakuler. Kegagalan yang terjadi, menurut Djoko, lebih merupakan kegagalan manajemen dalam pengembangan bisnis. Untuk pengembangan bisnis, Djoko menyarankan, setidaknya untuk 15 tahun ke depan, perusahaan berfokus ke pembuatan CN-235 dan pengembangan pesawat kecil, 10-20 penumpang. Pasar untuk pesawat kecil, kata Djoko, masih sangat terbuka, baik di pasar domestik, pasar regional Asia Tenggara, maupun pasar internasional. Keuntungan lainnya, produk pesawat kelas itu akan memakai teknologi yang ada dan sarana pemeliharaan yang sama. Menurut Muchtar, PT Dirgantara Indonesia memang sudah memilih mengembangkan pesawat kecil. Bekerja sama dengan Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand, perusahaan itu tengah mengembangkan pesawat berbaling-baling berkapasitas 19 penumpang. Pesawat bernama N-219 itu diperkirakan masuk pasaran tiga tahun mendatang. Harga jual pesawat bermesin ganda itu antara US$ 2,5 juta dan US$ 3 juta. Biaya operasionalnya sekitar US$ 200 per jam. "Harga dan biaya operasionalnya terjangkau, termasuk oleh pengusaha Indonesia," ujar Muchtar. Prospek pasarnya? Menurut kajian PT Dirgantara Indonesia, untuk kawasan regional Asia Tenggara saja, dalam 10 tahun ke depan kebutuhan pesawat sekelas N-219 bisa mencapai 600 buah. Di samping itu, pasar dalam negeri pun tergolong bagus. Maklum, masih banyak landasan yang tidak bisa didarati pesawat berbadan menengah dan lebar.
N-219
N-219 adalah pesawat generasi baru, yang dirancang oleh Dirgantara Indonesia dengan multi sejati multi misi dan tujuan di daerah-daerah terpencil. N-219 menggabungkan teknologi sistem pesawat yang paling modern dan canggih dengan mencoba dan terbukti semua logam konstruksi pesawat terbang. N-219 memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel efisiensi sistem yang akan digunakan dalam misi multi transportasi penumpang dan kargo. N-219 akan melakukan uji terbang di laboratorium uji terowongan angin pada bulan Maret 2010 nanti. Pesawat N219 baru akan bisa diserahkan kepada kostumer pertamanya untuk diterbangkan sekira tiga tahun atau empat tahun lagi. N-219 merupakan pengembangan dari NC-212.
Fitur Utama
* Multi Purpose, dapat dikonfigurasi ulang
* 19 Penumpang, tiga sejajar
* Campuran kargo penumpang
* Kinerja STOL
* Biaya operasional rendah
Kinerja
* Kecepatan jelajah maksimum: 213 KTS (395 km / jam)
* Economical cruise speed: 190 KTS (352 km / jam)
* Maksimum feri kisaran: 1.580 Nm
* Take-off jarak (35 ft halangan): 465 m, ISA, SL
* Landing jarak (50 ft halangan): 510 m, ISA, SL
* Kecepatan stall: 73 KTS
* Maximum take-off weight: 7.270 kg (16,000 lbs)
* Maksimum payload: 2.500 kg (5.511 lb)
* Tingkat panjat 2.300 ft / min semua operasi mesin
* Range: 600 Nm
1 komentar:
Anonim mengatakan...
Sebagai sebuah negara kepulauan, seharusnya pilihan pemerintah mengembangkan pesawat terbang jenis N 219 ini mendapat dukungan penuh. biaya hanya satyu triliun rupiah untuk pengembangan dan produksi termasuk murah, dibandingkan manfaat dan kebanggan yang kita dapat. kini tinggal sby mau atau tidak dengan N 219 ini. jika melihat performace N 219 memang layak dan sangat kita butuhkan. baik untuk sarana angkutan orang maupun barang. kita tahu harga sebuah pesawat terbang buatan asing sungguh sangat mahal. jika bisa membuat sendiri, selain menghemat devisa juga akan muncul kebanggaan sebagai bangsa yang melek tekonologi. kita tidak ingin proyek-proyek pengembangan pesawat terbang dari PT DI akhirnya hanya masuk almari arsip. kita ingat saat ada dana hibah 400 juta dollar dari arab saudi untuk pengembangan produksi pesawat PT DI konon katanya tidak bisa dicairkan. ada masalah apa, ini. marilah berpikir praktis dan realistis. jika selalu untuk urusan produksi pesawat selalu dikaitkan dengan keberadaan habibie, dan politik. alangkah naifnya bangsa ini....
Komentar
Posting Komentar